Mbappe Tidak Masalah Jika PSG Gagal di Champions League

mbappe-tidak-masalah-jika-psg-gagal-di-champions-league

Mbappe Tidak Masalah Jika PSG Gagal di Champions League. Kylian Mbappe mengejutkan banyak pihak dengan pernyataan santainya soal ambisi Liga Champions PSG. Pada akhir Oktober 2025, setelah kemenangan 3-1 atas Lens di Liga Prancis, bintang 26 tahun itu bilang, “Saya tak masalah jika kami gagal di Champions League, asal tim tetap berkembang.” Ini kontras tajam dengan obsesi klub selama dekade terakhir, di mana trofi Eropa jadi target utama. PSG kini puncak klasemen domestik dengan selisih delapan poin, tapi di Liga Champions, mereka baru lolos fase grup dengan susah payah—termasuk kekalahan 2-0 dari Arsenal. Mbappe, yang sudah cetak 12 gol musim ini, tampak lebih fokus pada harmoni tim daripada tekanan gelar. Sikapnya ini memicu debat: apakah ini tanda kedewasaan atau kurang ambisi? INFO CASINO

Pernyataan Mbappe dan Konteks di PSG: Mbappe Tidak Masalah Jika PSG Gagal di Champions League

Mbappe bicara blak-blakan pasca-laga Lens, di mana ia cetak brace dan assist. “Liga Champions penting, tapi bukan segalanya. Kami pernah ke final, semifinal, tapi yang terpenting adalah cara kami main dan berkembang sebagai tim,” katanya. Ini bukan pertama kalinya ia tunjukkan sikap rileks soal Eropa. Musim lalu, setelah tersingkir di perempat final oleh Bayern, ia bilang hal serupa: “Kegagalan adalah bagian dari proses.” Di usia muda, Mbappe sudah punya pengalaman pahit—dari kekalahan final 2020 hingga drama transfer yang bikin ia tinggalkan Monaco.

Di PSG, tekanan Champions League selalu tinggi. Klub habiskan miliaran untuk skuad bintang, tapi trofi domestik jadi satu-satunya jaminan. Musim ini, dengan pelatih baru Luis Enrique yang terapkan formasi 4-3-3 fleksibel, Mbappe main lebih bebas—bisa di kiri, tengah, atau bahkan mundur bantu build-up. Ia bilang, “Saya senang main bola, cetak gol, bantu rekan. Gelar Eropa bagus, tapi kalau kami kalah karena main bagus, itu oke.” Sikap ini kontras dengan rekan seperti Vitinha atau Barcola, yang lebih vokal soal ambisi Eropa. Tapi Mbappe, sebagai kapten informal, tampak ingin ubah narasi: dari obsesi gelar jadi proses jangka panjang.

Performa PSG dan Tantangan di Eropa: Mbappe Tidak Masalah Jika PSG Gagal di Champions League

PSG lagi dominan di Liga Prancis, menang 10 dari 11 laga dengan selisih gol 28-6. Mbappe pimpin daftar top scorer, diikuti Barcola dan Dembele. Tapi di Liga Champions, ceritanya beda. Mereka kalah dari Arsenal dan Atletico Madrid di fase grup, lolos sebagai runner-up grup berkat kemenangan tipis atas tim kecil. Babak 16 besar nanti lawan tim kuat—mungkin Liverpool atau Inter—dan peluang tersingkir dini nyata. Enrique bilang, “Kami bangun tim untuk jangka panjang, bukan satu turnamen.” Ini selaras dengan Mbappe: fokus pada kohesi, bukan hasil instan.

Tantangan utama adalah kedalaman skuad. Cedera Kimpembe dan hakimi di jeda internasional bikin pertahanan rapuh, sementara lini tengah bergantung pada Vitinha dan Ruiz. Mbappe sering jadi penyelamat—seperti hat-trick lawan Brest—tapi ia tahu ketergantungan itu tak sehat. “Kami butuh semua pemain on fire, bukan cuma saya,” katanya. Di Eropa, lawan punya intensitas lebih tinggi, dan PSG sering kehilangan fokus di laga away. Sikap Mbappe ini seperti sinyal: ia tak mau jadi kambing hitam lagi jika gagal, seperti musim-musim sebelumnya.

Dampak Sikap Mbappe pada Tim dan Masa Depan

Pernyataan Mbappe berdampak positif di ruang ganti. Pemain muda seperti Zaïre-Emery bilang, “Kylian bikin kami rileks, fokus main bola.” Ini kurangi tekanan yang selama ini bikin PSG choke di momen krusial. Enrique puji: “Mentalitas ini bagus untuk tim muda kami.” Secara taktis, Mbappe lebih sering drop deep, bantu pressing dan ciptain ruang—kontribusi di luar gol. Musim ini, ia punya lima assist, naik dari musim lalu.

Tapi ada risiko. Jika PSG gagal total di Eropa, sikap Mbappe bisa dikritik sebagai kurang ambisi, terutama dari suporter yang haus trofi. Kontraknya habis 2027, dan rumor pindah ke Spanyol atau Inggris selalu muncul. Ia bilang, “Saya bahagia di sini, tapi ingin menang dengan cara benar.” Di level pribadi, Mbappe targetkan Ballon d’Or lagi—ia runner-up tahun lalu—dan tahu gelar Eropa bisa bantu, tapi bukan syarat mutlak. Sikapnya ini tunjukkan kedewasaan: dari wonderkid jadi pemimpin yang paham sepak bola lebih dari trofi.

Kesimpulan

Kylian Mbappe tak masalah jika PSG gagal di Liga Champions jadi angin segar di tengah obsesi Eropa yang melelahkan. Dari pernyataan santai pasca-Lens hingga fokus pada perkembangan tim, ia ubah narasi klub dari “harus juara” jadi “main bagus dulu.” PSG dominan domestik, tapi rapuh di Eropa—sikap Mbappe bantu kurangi tekanan dan bangun mentalitas jangka panjang. Bagi tim, ini pelajaran berharga; bagi Mbappe, bukti kedewasaan di usia 26. Jika diterapkan benar, PSG bisa lebih kuat musim depan—entah dengan atau tanpa trofi Eropa. Yang pasti, di era Mbappe, prioritas bukan lagi “menang atau mati,” tapi “berkembang atau stagnan.” Dan itu, ternyata, cukup untuk bikin senyum.

BACA SELENGKAPNYA DI…

Post Comment