Pelajaran Liverpool yang Kalah dari PSV di Anfield

pelajaran-liverpool-yang-kalah-dari-psv-di-anfield

Pelajaran Liverpool yang Kalah dari PSV di Anfield. Malam Rabu lalu di Anfield jadi babak hitam baru bagi Liverpool. Kekalahan 1-4 dari PSV Eindhoven di Liga Champions bukan sekadar hasil buruk—ia simbol kehancuran yang lebih dalam. Arne Slot, yang musim lalu angkat trofi Premier League dengan mudah, kini hadapi tekanan besar setelah sembilan kekalahan dari 12 laga terakhir. PSV, tim Eredivisie yang solid tapi tak favorit, manfaatkan kesalahan Liverpool dengan klinis: penalti dari Ivan Perisic, gol Guus Til, dan brace Couhaib Driouech di babak kedua. Satu-satunya gol The Reds dari Dominik Szoboszlai tak cukup selamatkan muka. Kekalahan ini, yang ketiga beruntun dengan margin tiga gol, bawa pelajaran pahit yang harus segera dipelajari. INFO CASINO

Kegagalan Defensif yang Memalukan: Pelajaran Liverpool yang Kalah dari PSV di Anfield

Liverpool kebobolan empat gol di kandang—rekor terburuk di Anfield sejak 2014. Virgil van Dijk, kapten yang biasanya batu karang, beri penalti konyol dengan foul pada Ismael Saibari, yang Perisic ubah jadi gol pembuka. Ibrahima Konate, pasangannya, lakukan kesalahan fatal: kehilangan bola di lini belakang yang langsung jadi umpan Mauro Junior untuk Til cetak gol kedua. Dua gol Driouech di menit 73 dan stoppage time capai kehancuran—satu dari rebound tembakan, satu lagi dari cutback Sergino Dest. Statistik defensif Liverpool anjlok: kebobolan dari set-piece naik 300% musim ini, duel udara kalah 60%, dan passing accuracy cuma 82%. Ini bukan soal taktik; ini soal konsentrasi dasar yang hilang. Slot akui, “Kami beri peluang mudah, dan PSV ambil semuanya.”

Serangan Mandul Meski Penguasaan Bola: Pelajaran Liverpool yang Kalah dari PSV di Anfield

Liverpool kuasai bola 65%, tapi xG (expected goals) cuma 1,2—terendah di laga Eropa musim ini. Mohamed Salah, yang ciptakan peluang di babak pertama, tak tembak on target sekali pun. Alexis Mac Allister dan Cody Gakpo beri assist untuk gol Szoboszlai di menit 33, tapi setelah itu serangan mandek. PSV, dengan possession 35%, lebih efisien: Joey Veerman ciptakan 70 line-breaking passes di UCL musim ini, hampir dua kali lipat rekan setimnya. Liverpool gagal transisi cepat—mereka kejar game dengan ganti bek jadi winger, tapi malah buka celah lebih lebar. Ini pola lama: di laga besar, pressing tinggi Liverpool jadi boomerang, bikin lini tengah overload dan depan kelaparan peluang.

Tekanan pada Slot dan Krisis Identitas

Kekalahan ini jadi yang ketiga berturut-turut dengan margin besar—setelah 3-0 kalah dari Manchester City dan Nottingham Forest. Slot, yang habiskan £450 juta musim panas untuk upgrade skuad, kini punya win rate 51% sepanjang 2025. Hierarki klub beri dukungan, tapi fans mulai gelisah: sorak jebakan di akhir laga, dan banyak yang tinggalkan stadion sebelum peluit panjang. Body language pemain despondent—Van Dijk fuming setelah penalti, Slot terlihat bingung di pinggir lapangan. Ini krisis identitas: tim juara lalu kini main seperti tim degradasi, dengan rotasi minim karena cedera Frenkie de Jong dan Conor Bradley. Slot harus belajar: pengeluaran besar tak jamin kohesi; butuh waktu, tapi juga adaptasi cepat.

Kesimpulan

Kekalahan dari PSV di Anfield ajarin Liverpool satu hal utama: fondasi rapuh tak tahan tekanan Eropa. Dari kesalahan individu hingga serangan tak bergigi, ini panggilan bangun ulang. Slot punya kredit dari gelar lalu, tapi dengan laga lawan West Ham Minggu ini dan Inter Milan Desember, waktu makin sempit. The Reds pernah bangkit dari lubang lebih dalam—musim 2020-21 bukti. Kini, saatnya terapkan pelajaran: perkuat mental, perbaiki transisi, dan pulihkan kepercayaan. Anfield butuh The Reds ganas lagi, bukan yang mudah runtuh. Jika tidak, musim ini bisa jadi mimpi buruk terpanjang dalam 70 tahun.

BACA SELENGKAPNYA DI…

Post Comment