Perkataan Jurnalis Arab Saudi Untuk Kevin Diks Usai Gagal Penalti
Latar Belakang Kegagalan Penalti Diks Lawan Australia: Perkataan Jurnalis Arab Saudi Untuk Kevin Diks Usai Gagal Penalti
Maret 2025 jadi mimpi buruk bagi Kevin Diks dan Timnas Indonesia. Di laga kualifikasi ronde ketiga Grup C, Garuda unggul penguasaan bola 55 persen dan ciptakan peluang emas lewat penalti di menit ke-20 setelah pelanggaran di kotak terlarang. Diks, yang saat itu baru bergabung sebagai naturalisasi dari klub Belanda Vitesse, maju percaya diri. Tendangannya keras ke pojok kanan, tapi malah membentur tiang dan kembali ke lapangan—kesalahan klasik yang bikin Australia balik unggul 1-0 via Craig Goodwin, lalu 5-0 akhirnya. “Saya terlalu percaya diri, bola terlalu kuat,” akui Diks pasca-laga, dengan wajah pucat di ruang ganti. Itu satu-satunya missed penalty dalam karirnya yang sudah 15 tendangan sukses, rate konversi 93 persen. Media Belanda seperti De Telegraaf sindir dia sebagai “penalti killer yang gagal debut,” sementara fans Indonesia banjiri media sosial dengan meme. Efeknya? Diks absen dua laga berikutnya karena tekanan mental, dan Indonesia nyaris tersingkir dari grup. Shin Tae-yong, pelatihnya, paksa Diks latihan khusus 50 penalti per sesi untuk bangun ulang rasa percaya diri. Kegagalan itu bukan akhir, tapi katalisator—Diks cetak tiga gol di lima laga berikutnya, termasuk brace lawan Bahrain.
Performa Heroik Diks di Laga Saudi dan Drama Penalti Ganda: Perkataan Jurnalis Arab Saudi Untuk Kevin Diks Usai Gagal Penalti
Lompat ke 8 Oktober 2025, Jeddah jadi panggung penebusan dosa bagi Diks. Di menit ke-8, penalti pertama setelah handball Hassan Tambakti—Diks dingin tendang ke pojok kiri, 1-0 untuk Indonesia, bikin stadion tuan rumah hening sesaat. Saudi balas via Firas Al-Buraikan dua kali, tapi di menit 89, penalti kedua setelah pelanggaran Mohamed Kanno (yang langsung kartu merah) jadi momen klimaks. Diks ulangi trik, tendang rendah ke kanan, 3-2—gol telat yang bikin suporter Garuda bernyanyi meski kalah. Dua gol dari spot itu bikin Diks jadi pahlawan tragis, dengan possession Indonesia 48 persen dan 12 tembakan. “Ini buat tim, bukan buat saya,” katanya usai laga, mata berkaca tapi senyum tipis. Statistiknya impresif: dua penalti sukses dalam satu match, rekor langka di kualifikasi Asia. Tapi Saudi tetap unggul tiga poin di Grup B, dan kekalahan itu tekan peluang Indonesia lolos langsung. Diks, yang biasa main bek kanan di klub, tunjukkan fleksibilitas—ia juga blok tiga tembakan lawan. Performa ini angkat moral Garuda jelang laga lawan Irak, tapi juga ingatkan: satu miss bisa ubah segalanya, seperti Maret lalu.
Komentar Jurnalis Saudi: Campuran Ejekan dan Pengakuan
Komentar jurnalis Saudi yang viral muncul tak lama setelah peluit akhir. Turki Al-Jasser, kolumnis senior di Al Riyadh—media olahraga terkemuka di Kerajaan—tulis di kolomnya: “Diks, si pembunuh penalti yang dulu hantam tiang lawan Australia, kali ini akurat seperti sniper. Setidaknya dia tak buang-buang kesempatan lagi, meski terlambat.” Tulisan itu, yang dibagikan ribuan kali di X, campur pujian atas ketenangan Diks dengan sindiran halus soal kekalahan Saudi yang nyaris. Al-Jasser, yang dikenal tajam tapi adil, tambah: “Indonesia punya talenta seperti Diks yang bisa bikin kami waspadai—jangan anggap remeh Garuda.” Reaksi di media Saudi lain seperti Asharq Al-Awsat serupa: headline “Diks Selamatkan Muka Indonesia, Tapi Saudi Tetap Raja Grup.” Fans Saudi di forum balas dengan meme Diks “dari tiang ke gol,” tapi mayoritas akui skillnya. Bagi Diks, ini validasi—ia retweet kolom itu dengan emoji api, tunjukkan mental baja. Komentar ini viral di Indonesia, bikin hashtag #DiksPenalty trending, dan Shin Tae-yong bilang: “Itu motivasi, bukan beban.” Di balik ejekan, ada rasa hormat—Saudi sadar, Diks bisa jadi ancaman di playoff ronde kelima kalau Garuda lolos.
Kesimpulan
Komentar jurnalis Saudi untuk Kevin Diks usai “gagal penalti” yang sebenarnya sukses ganda itu jadi cerita manis di tengah kekalahan pahit Indonesia. Dari trauma miss lawan Australia hingga brace heroik di Jeddah, Diks bukti bahwa kegagalan cuma batu loncatan kalau diolah benar. Saudi boleh ejek halus, tapi pengakuan mereka angkat status Garuda di Asia—tim yang tak lagi dianggap underdog total. Bagi Shin Tae-yong, ini pelajaran: manfaatkan naturalisasi seperti Diks untuk bangun skuad tangguh. Laga lawan Irak malam ini jadi ujian selanjutnya—kalau Diks ulangi magic, Grup B bakal panas. Suporter, pegang erat: penalti hidup-mati sering ubah sejarah, dan Diks siap tendangnya. Garuda, terbanglah tinggi—2026 masih dalam genggaman.
Post Comment